Dalam keadaan sakratul maut, seseorang tiba-tiba merasa berada di depan sebuah gerbang. “Tok, tok, tok,” pintu diketuk. “Siapa di situ?” ada suara dari dalam. Lalu kuseru saja, “Saya, Tuan.”
“Siapa kamu?”
Syafik, Tuan.
“Apakah itu namamu?”
Benar, Tuan.
“Aku tidak bertanya namamu. Aku bertanya siapa kamu.”
Ehm, saya anak lurah, Tuan (dengan wajah yang mulai terpinga-pinga)
“Aku tidak bertanya kamu anak siapa. Aku bertanya siapa kamu.”
Saya seorang engineer, Tuan.
“Aku tidak menanyakan pekerjaanmu. Aku bertanya: siapa kamu?”
Sambil masih terpinga-pinga karena tidak tahu menjawab apa, akhirnya ditemukanlah jawapan yang agak beragama sedikit:
Saya seorang Muslim, pengikut Rasulullah SAW.
“Aku tidak menanyakan agamamu. Aku bertanya siapa kamu.”
Saya ini manusia, Tuan. Saya setiap Jumat pergi solat ke masjid dan saya pernah memberi sedekah. Setiap lebaran, saya juga puasa dan bayar zakat.
“Aku tidak menanyakan jenismu, atau perbuatanmu. Aku bertanya siapa kamu.”
Akhirnya orang ini pergi melengos keluar, dengan wajah yang masih terpinga-pinga . Dia gagal di pintu pertama, terjegal justru oleh sebuah pertanyaan yang sungguh sederhana: siapa dirinya yang sebenarnya.
* * *
em,sy sendiri pun masih mencari siapa diri sy sbnrnya.. kita punya tradisi besar menganalisa diri kt terhadap sesuatu : nama, profesion, title, jantina, warna kulit dan rambut,gambar.. kita melabel diri kita dengan sesuatu,dan agak yakin dgn label itu dan kdg2 merasa bahwa label itulah diri kita. Think again: apakah aku = tubuhku? hum, sama2 kt menilai diri kt sendiri drp menilai org lain..hihi. salam ramadhan to all :)
No comments:
Post a Comment